I' T I K A F (Bag. II)


1.    Pengertian I'tikaf 
I'tikaf yaitu berdiam (tinggal) di atas sesuatu, dapat dikatakan bagi orang-orang yang tinggal di masjid dan menegakkan ibadah di dalamnya sebagai mu'takif dan 'Akif. [Al-Mishbahul Munir 3/424 oleh Al-Fayumi, dan Lisanul Arab 9/252 oleh Ibnu Mandhur]  


2.    Disyari'atkannya I'tikaf 
Disunnahkan pada bulan Ramadhan dan bulan yang lainya sepanjang tahun. Telah shahih bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم beritikaf pada sepuluh (hari) terakhir bulan Syawwal [HR. Bukhari 4/226 dan Muslim 1173]
Dan Umar pernah bertanya kepada Nabi صلی الله عليه وسلم:  Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ini pernah bernadzar pada zaman jahiliyah (dahulu), (yaitu) aku akan beritikaf pada malam hari di Masjidil Haram'. Beliau menjawab :Tunaikanlah nadzarmu".  Maka ia (Umar رضي الله عنه) pun beritikaf pada malam harinya. [Riwayat Bukhari 4/237 dan Muslim 1656] 
I'tikaf yang paling utama (yaitu) pada bulan Ramadhan beradasarkan hadits Abu Hurairah رضي الله عنه (bahwasanya) Rasulullah صلی الله عليه وسلم sering beritikaf pada setiap Ramadhan selama sepuluh hari dan manakala tibanya tahun yang dimana beliau diwafatkan padanya, beliau (pun) beritikaf selama dua puluh hari. [Riwayat Bukhari 4/245]
Dan yang lebih utama yaitu pada akhir bulan Ramadhan karena Nabi صلی الله عليه وسلم seringkali beritikaf pada sepuluh (hari) terakhir di bulan Ramadhan hingga Allah Yang Maha Perkasa dan Mulia mewafatkan beliau. [Riwayat Bukhari 4/266 dan Muslim 1173 dari Aisyah] 

3.    Syarat-Syarat I'tikaf 
a.    Tidak disyari'atkan kecuali di masjid, berdasarkan firman-Nya Ta'ala:
وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
"Dan janganlah kamu mencampuri mereka itu sedangkan kamu beritikaf di dalam masjid" [Al-Baqarah : 187] 
b.    Dan masjid-masjid disini bukanlah secara mutlak (seluruh masjid ,-pent), tapi telah dibatasi oleh hadits shahih yang mulai (yaitu) sabda beliau صلی الله عليه وسلم:
لاَ اعْتِكَافَ إِلاَّ فِيْ الـمَسَاجِدِ الثَّلاَثَةِ
"Tidak ada I'tikaf kecuali pada tiga masjid”.
c.     Dan sunnahnya bagi orang-orang yang beritikaf (yaitu) hendaknya berpuasa sebagaimana dalam (riwayat) Aisyah رضي الله عنها yang telah disebutkan.


1.    Perkara-Perkara yang Boleh Dilakukan Bagi Orang yang sedang I’tikaf 
a.    Diperbolehkan keluar dari masjid jika ada hajat, boleh mengeluarkan kepalanya dari masjid untuk dicuci dan disisir (rambutnya). Aisyah رضي الله عنها berkata.  "Dan sesungguhnya Rasulullah صلی الله عليه وسلم pernah memasukkan kepalanya kepadaku, padahal beliau sedang itikaf di masjid (dan aku berada di kamarku) kemudian aku sisir rambutnya (dalam riwayat lain: aku cuci rambutnya) [dan antara aku dan beliau (ada) sebuah pintu] (dan waktu itu aku sedang haid) dan adalah Rasulullah tidak masuk ke rumah kecuali untuk (menunaikan) hajat (manusia) ketika sedang I'tikaf" 
b.    Orang yang sedang Itikaf dan yang yang lainnya diperbolehkan untuk berwudhu di masjid berdasarkan ucapan salah seorang pembantu Nabi صلی الله عليه وسلم:  "Nabi صلی الله عليه وسلم berwudhu di dalam masjid dengan wudhu yang ringan" [Dikeluarkan oleh Ahmad 5/364 dengan sanad yang shahih] 
c.     Dan diperbolehkan bagi orang yang sedang I'tikaf untuk mendirikan tenda (kemah) kecil pada bagian di belakang masjid sebagai tempat dia beri'tikaf, karena Aisyah رضي الله عنها (pernah) membuat kemah (yang terbuat dari bulu atau wool yang tersusun dengan dua atau tiga tiang) apabila beliau beri'tikaf  dan hal ini atas perintah Nabi صلی الله عليه وسلم.   
d.    Dan diperbolehkan bagi orang yang sedang beritikaf untuk meletakkan kasur atau ranjangnya di dalam tenda tersebut, sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Umar رضى الله عنهما bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم jika i'tikaf dihamparkan kasur atau diletakkan untuknya ranjang di belakang tiang At-Taubah.

2.    I'tikafnya Wanita Dan Kunjungannya Ke Masjid 
a.    Diperbolehkan bagi seorang isteri untuk mengunjungi suaminya yang berada di tempat i'tikaf, dan suami diperbolehkan mengantar isteri sampai ke pintu masjid. Shafiyyah رضي الله عنها berkata:  "Dahulu Nabi صلی الله عليه وسلم (tatkala beliau sedang) i'tikaf [pada sepuluh (hari) terkahir di bulan Ramadhan] aku datang mengunjungi  pada malam hari [ketika itu di sisinya ada beberapa isteri beliau sedang bergembira ria] maka aku pun berbincang sejenak, kemudian aku bangun untuk  kembali, [maka beliaupun berkata: jangan engkau tergesa-gesa sampai aku bisa mengantarmu] kemudian beliaupun berdiri besamaku untuk mengantar aku pulang, -tempat tinggal Shafiyyah yaitu rumah Usamah bin Zaid- [sesampainya di samping pintu masjid yang terletak di samping pintu Ummu Salamah] lewatlah dua orang laki-laki dari kalangan Anshar dan ketika keduanya melihat Nabi صلی الله عليه وسلم, maka keduanyapun bergegas, kemudian Nabi-pun bersabda: "Tenanglah, ini adalah Shafiyah binti Huyaiy", kemudian keduanya berkata: 'Subhanahallah (Maha Suci Allah) ya Rasullullah". Beliaupun bersabda: "Sesungguhnya syaitan itu menjalar (menggoda) anak Adam pada aliran darahnya dan sesungguhnya aku khawatir akan bersarangnya kejelakan di hati kalian -atau kalian berkata sesuatu"
b.    Seorang wanita boleh i'tikaf dengan didampingi suaminya ataupun sendirian. berdasarkan ucapan Aisyah رضي الله عنها : "Nabi صلی الله عليه وسلم i'tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau, kemudian isteri-isteri beliau i'tikaf setelah itu". [Telah lewat takhrijnya] 
Berkata Syaikh kami (yakni Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani رحمه الله, -pent) :"Pada atsar tersebut ada suatu dalil yang menunjukkan atas bolehnya wanita i'tikaf dan tidak diragukan lagi bahwa hal itu dibatasi (dengan catatan) adanya izin dari wali-wali mereka dan aman dari fitnah, berdasarkan dalil-dalil yang banyak mengenai larangan berkhalwat dan kaidah fiqhiyah:
دَرْءُ الْـمَفَاسِدَ مُقَدَّمٌ عَلَي جَلْبِ الْـمَصَالِحِ 
"Menolak kerusakan lebih didahulukan daripada mengambil manfaat"  




Category: 0 komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar